Dalam mencapai derajat insan kamil, seseorang harus memulainya dengan melakukan pengalaman rukun Islam secara baik dan dilakukan secara lahir dan batin. Dari segi lahir hendaknya manusia dalam melakukan amalan – amalan tersebut dilakukan dengan merujuk pada ketentuan syari’at. Sementara dari segi batin adalah dengan melakukan penghayatan terhadap amalan-amalan yang dilakukan tersebut. Para sufi mengamalkan rukun Islam, kemudian meyakini rukun Iman secara mantap seperti meyakini sesuatu yang ditangkap oleh panca indra. 

Setiap orang harus seimbang dalam dhohir serta batinnya. Didalam lahir dan batin seseorang. Akal, nafsu dan hati memiliki fungsi dan perannya masing-masing yang sangat penting dalam menuju insan kamil. Karena tertera jelas di dalam Al-Qur’an Allah Swt menjelaskan, Bahwa Allah itu tidak Akan menciptakan sesuatu secara sia-sia. Salah satu ayat yang menjelaskan bahwa Allah Menciptakan akal tidak sia-sia tertera dalam ayat yang di surah Al Baqarah:44.

اَتَاۡمُرُوۡنَ النَّاسَ بِالۡبِرِّ وَتَنۡسَوۡنَ اَنۡفُسَكُمۡ وَاَنۡتُمۡ تَتۡلُوۡنَ الۡكِتٰبَ‌ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ‏

“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab? Apakah engkau tidak berpikir?”

Sudah jelas Allah Terus menerus menyuruh kita di dalam Al-Qur’an yg berbunyi اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ untuk terus berpikir dan menggunakan akalnya dengan baik untuk menuju ke Allah. Tidak lain lagi bahwa Allah menciptakan Akal kepada manusia itu agar ia berpikir secara baik. Bagaimana cara kita menjaga hubungan baik dengan Allah dan makhluk-makhluk-Nya. Allah juga memberi keterangan di dalam Al-Qur’an bahwa Allah menciptakan nafsu juga tidak sia-sia, Tertera jelas dalam surah yusuf :53 

وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Baca juga: SELF CARE DALAM PERSPEKTIF ISLAM 

Sudah tertera jelas pada ayat اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ kecuali nafsu yang diridhoi oleh Allah. Nafsu Yang benar-benar bisa membawa kita ke Allah Yaitu Nafsu yang mengarahkan kita ke perbuatan baik di jalan Allah swt. Khususnya kita harus ada keinginan untuk terus-menerus mendekatkan diri kepada Allah. Allah juga memberi keterangan didalam al- Qur’an bahwa Allah menciptakan hati manusia itu tidak sia-sia. Tertera jelas dalam surah al fajr : 27-28 

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ 

ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً 

“wahai jiwa yang tenang“.

“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi”

Sudah tertera jelas dalam ayat ini bahwa Allah Telah menciptakan jiwa (hati) yang tenang. Dimana hati yang bersih tersebut dapat membuat kita merasa bahwa kita cuma seorang hamba yang tidak berdaya dan tidak mempunyai apa-apa melainkan harus kembali ke jalan Allah yang benar-benar diridhoi-Nya.

Perbedaannya seseorang yang awal awal menempuh perjalanan suluk itu wajib meletakkan akal dan nafsunya, mengapa Demikian?. Sebab karena ketika seorang murid masih menggunakan akal dan nafsunya, kemampuan untuk mendekatkan diri ke Allah itu akan terbatas. Sehingga ketika seorang guru memberi tugas atau ujian kepada seorang murid, maka seorang murid tersebut akan terus menerus menimbulkan pertanyaan kepada gurunya. Dampaknya si murid kesusahan untuk meningkatkan maqomnya di sisi Allah. 

Seseorang yang menempuh jalan suluk itu harus memiliki guru yang benar benar memiliki pangkat di sisi Allah. Agar seorang guru tersebut benar benar bisa membawa murid-muridnya terus mendekat kepada Allah. Beda lagi ketika seorang murid tidak menggunakan akal dan nafsunya dalam menempuh jalan suluk. Maka si murid akan lebih menggunakan hatinya, sebab hati yang bersihlah yang bisa terus menuntun kita untuk tetap istiqamah di jalan yang diridhoi Allah. Namun jika seseorang itu sudah benar-benar terbuka mata hatinya, maka seseorang tersebut wajib menggunakan akal, nafsu, dan hatinya untuk menyeimbangkan lahir dan batinnya di dalam menuju insan kamil. 

Berikut merupakan penjelasan Mengenai fungsi dan Peranan akal, nafsu, serta hati dalam perbuatan DHOHIR :

  • Peranan Akal: Akal harus bisa menunjukkan kepada dhohir bahwa semua perbuatan itu harus benar benar menuju kepada Allah SWT. Akal harus benar-benar berpikir dengan baik. Bagaimana caranya agar tanggung jawab pada diri dan sekitar kita tercukupi dengan imbang, khususnya kepada keluarganya. Jika akal digunakan berlebihan maka akan berdampak kepada dhohir yang dimana selalu dhohir selalu berfoya-foya dan bersenang senang akan nikmat dan indahnya duniawi. Namun jika akal kita kurang digunakan dalam menuju Allah. Maka yang terjadi akan adanya perbuatan dholim pada diri kita dan tidak bisa terimbangi dengan baik dhohir kita.
  • Peranan Nafsu: Nafsu adalah sebuah keinginan yang bertujuan terus membawa kita kepada Allah Swt. Nafsu harus benar-benar bisa dikendalikan agar keinginan untuk mendekatkan dhohir kepada Allah terus terimbangi. Jika nafsu digunakan secara berlebihan maka akan berdampak buruk pada dhohir kita. Dimana kita akan terjerumus kedalam kemaksiatan duniawi seperti berzina, mencuri, dll. Namun jika nafsu kita atau keinginan kita kurang untuk mendekatkan diri kepada Allah , maka yang terjadi dhohir kita akan malas untuk melakukan hal hal kebaikan terutama ketaqwaan kita kepada Allah akan semakin berkurang 
  • Peranan Hati : Hati Itu Membuat dhohir kita cenderung melakukan perbuatan amaliyah ,keseimbangan hati bisa dirasakan pada dhohir kita, jika ketaqwaan kita kepada Allah terus tercukupi. Namun jika hati digunakan secara berlebihan maka akan berdampak pada sekitar kita, terutama tanggung jawab kita terhadap sekitar tidak akan kita hiraukan, kita akan cenderung melakukan ibadah namun melalaikan kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar kita yang masih membutuhkan bantuan. Jikalau hati kita masih kurang digunakan kepada Allah maka yang timbul, kita tidak akan bisa menerapkan keistiqomaan pada perbuatan amaliyah.

Berikut merupakan penjelasan mengenai fungsi dan peranan akal, nafsu, serta hati dalam perbuatan BATIN :

  • Peranan Akal : Akal itu harus bisa berpikir dan merasakan bahwa kondisi batin itu apakah sedang turun, stabil, atau naik. Namun kita harus terus bisa mengusahakan agar kondisi batin terus naik sehingga keimanan kita kepada Allah terus bertambah dan dipertahankan, jika kita kurang dalam menggunakan akal dalam perbuatan batin, maka kita tidak akan bisa peka(mengerti) kondisi batin yang sedang turun naik atau stabil, sehingga ketika batin kita sedang turun, maka keyakinan kita akan berkurang untuk mendekat kepada Allah
  • Peranan Nafsu : Nafsu itu harus benar-benar bisa mengajak batin kita untuk terus ingin meningkatkan keimanan atau keyakinan kita kepada Allah. Disamping itu, nafsu harus juga membuat batin kita agar terhindar dari perbuatan malas, yang membuat keinginan kita untuk mendekat kepada Allah berkurang.
  • Peranan Hati : Hati itu harus menciptakan rasa menghamba di dalam batin. Terutama pada guru rohani, kita harus benar benar mengabdi kepadanya agar ridho Allah itu turun kepada kita. Sebab ridhonya Allah itu akan turun kepada si murid yang dimana murid tersebut dapat mengabdikan lahir batinnya kepada guru rohaninya. Jadi si murid harus benar-benar merasa dirinya hamba(budak) dihadapan Allah, yang namanya hamba itu hina dihadapan tuannya, maka dari itu kita tidak boleh meraskan kesenangan hidup di dunia, sampai-sampai kita merasa paling sempurna di dunia.

Baca juga: Pemimpin Mendengar dan Didengar